Allah berfirman :
“وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ “
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah), lalu Ibrahim menunaikannya dengn sempurna. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.
Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi dan Bapak yang idealis, cukuplah bukti idealisnya bahwa putra-putra beliau semuanya menjadi Nabi dan seluruh Nabi dan Rasul yang datang setelahnya semua dari keturunan beliau. Inilah arti sejati dari cinta orang tua kepada anak, cinta yang melahirkan kerinduan orang tua agar anaknya mendapatkan posisi iman yang paling tinggi, tergambarkan dalam ayat di atas. Allah telah menguji Nabi Ibrahim dengan berbagai perintah dan berhasil melaksanakan perintah secara sempurna. Dengan keberhasilannya menunaikan ujian, Allah menjadikan beliau sebagai imam untuk seluruh manusia, ini menunjukkan bahwa perintah, larangan, segala cobaan hendaklah dihadapi dengan baik, perintah dijalankan, semua larangan ditinggalkan, cobaan dihadapi dengan sabar. Keindahan cerita ini terletak pada permohonan Nabi Ibrahim agar imamah (kepemimpinan) itu juga diberikan kepada keturunan beliau dan Allah juga mengabulkan permintaan beliau. Adapun firman Allah: “Sesungguhnya janjiku bukan untuk orang dhalim adalah pengecualian dari pengabulan doa yakni imamah untuk keturunan beliau, kecuali orang dhalim di antara mereka tidak akan menjadi imam dan semua keturunan beliau yang shaleh dijadikan oleh Allah sebagai imam.”
Beliau sangat mencintai anak anaknya, sangat dekat dengan mereka, beliau selalu melantunkan doa untuk anak anaknya agar mereka dibimbing oleh Allah dengan tauhid, cinta shalat, agar Allah melimpahkan rizqi atas mereka, agar Allah menjadikan hati manusia condong kepada mereka, Allah menceritakan hal itu dengan firmanNya dalam QS. Ibrahim ayat 35-37 :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35) رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (36) رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ (37)
35. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
36. Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu Telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, Maka barangsiapa yang mengikutiku, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, Maka Sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
37. Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Nabi Ibrahim sangat dekat dengan anaknya maka beliau berhasil melahirkan masuliyyah taat dan ibadah pada jiwa anaknya sejak kecil. Nabi Isma’il rela untuk disembelih bahkan memanggil bapaknya dengan panggilan mesra agar bapaknya melaksanakan perintah Allah dalam menyembelih dirinya, ketika menginjak dewasa beliau dengan putranya membangun Ka’bah yang akhirnya beliau dan putranya menjadi kenangan manis sepanjang masa.
Mendidik dengan cinta kasih sayang juga menjadi sunnah Nabi Muhammad saw. Kedekatan beliau dengan putra putri beliau, cucu-cucu beliau luar biasa. Fatimah, setiap kali ketemu dengan beliau dipeluknya dengan kasih sayang, sehingga begitu cintanya Fatimah kepada baginda Nabi sampai Fatimah menangis karena dibisiki bahwa Nabi akan meninggal, kemudian tertawa karena dibisiki bahwa beliau wanita yang pertama menyusul baginda Nabi.
Nabi menunjukkan cintanya kepada cucunya dengan menciumi mereka, bahkan beliau dijadikan Hasan dan Husain tunggangan sebagai kuda-kudaan. Sahabat mengatakan, sebaik-baik kendaraan adalah kendaraan kalian berdua dan Nabipun menyahuti sebaik-baik penunggang kuda adalah kalian berdua. Beliau pernah shalat dengan menggendong cucu beliau Usamah, setiap kali berdiri beliau angkat dan ketika sujud baru ditaruh.
Beliau duduk makan bersama dengan anak istri beliau, Umar bin Abu Salamah, dan ketika Umar tangannya meraba-raba makanan ke sana ke mari, nabi menegurnya dengan mengatakan, wahai anak bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang didekatmu.
Mendidik dengan cinta yang terefleksikan dalam ketulusan hati untuk selalu memberikan yang terbaik kepada anak, kelembutan dalam kata, dalam memanggil, dalam berdialog, tulus dalam mendoakan mereka merupakan sebuah hikmah, dalam hadits dikatakan “Allah itu lembut dan suka kelembutan, dan memberikan dalam kelembutan apa yang tidak diberikan kepada selainnya, kelembutan itu ada dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali membikinnya buruk.”
(HR Abdurrazzak Shan’ani, Ibnu Abi Syaibah).
Mendidik dengan cinta menjadikan anak merasa dicintai dan merasa bahwa tidaklah orang tua memerintahkan kecuali untuk kebaikan dia semata, dan tidak melarang dari sesuatu kecuali yang dilarang adalah sesuatu yang tidak baik untuknya, dan ketika demikian maka ia akan taat pada aturan, menjalankan perintah dan meninggalkan larangan dengan senang.
Ketika dididik dengan cinta anak merasa disayang, dicinta, dihargai maka ia akan mencintai, menyayangi dan menghargai orang lain. Terakhir kali bagaimana Luqman Al-Hakim dikatakan hakim orang yang sangat bijak karena berhasil menemukan hal yang baik, dan menghadiahkan yang baik dengan bingkai yang baik pula, memberikan nasehat sebagai tanda kasih sayang dengan nada yang penuh kasih sayang pula. Inilah nesehat yang penuh kelembutan “Dan Sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
“(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
“Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Terahir yang perlu dicatat bahwa mendidik dengan cinta dan kelembutan bukan berarti tidak tegas ketika ada kemaksiatan, bukan berarti mengorbankan prinsip. Kelembutan harus disertai ketegasan dalam prinsip, karena kelembutan harus dibingkai kebenaran. Rasulullah memberitakan bahwa dayyuts (orang yang tidak memiliki kecemburuan, dan diam terhadap keluarga) tidak masuk sorga. (HR Abdurrazzaq Shan’any 20437. Abu Dawud Thayaalitsi no 642,). Sungguh Rasulullah sangat lembut tapi beliau mengatakan : “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, kalau Fatimah putri Muhammad mencuri sungguh saya potong tangannya.” (HR Nasai no 7385, Ibnu Hibban 4479). Rasulullah tidak pernah marah untuk dirinya, tapi jika kehormatan Allah dilanggar beliau tidak duduk kecuali setelah hukum ditegakkan. Walalhu a’lam .